0 produk di keranjang belanja Anda

Tidak ada produk di keranjang.

Batik Motif Lasem, Akultusasi 2 Budaya Besar

Batik motif Lasem 15 tahun terakhir seakan mengangkat nama daerah Lasem. Kota ini sesungguhnya hanyalah sebuah kota kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Namnya terkenal karena dua hal: akultutasi budaya Tionhoa-Jawa dan produksi batiknya.

Dalam buku Lasem Kota Tiongkok Kecil karya M. Azis, kota Lasem disebut sebagai Tiongkok Kecil atau La Petite Chine dalam bahasa Prancis. Alasannya, kota atau daerah ini adalah wilayah pertama di Jawa yang dikunjungi ekspedisi dari Tiongkok.

Sementara itu, di Jawa sendiri sejak masa Kerajaan Hindu Majapahit di abad 13-14 M, kain batik sudah digunakan sebagai benda magis untuk sarana mistik. Pola hias batik digunakan untuk kepentingan keagamaan yang bersifat simbolis dan bermakna sakral. Motif-motif batik yang mencerminkan itu seperti Kawung, Bunga Padma Ceplok, Kalacakra atau Nitik Ceplok, Sayap Garuda (Lar, Sidomukti), Gringsing (Urna) dan Parang yang hanya digunakan oleh Raja dan anggota kerajaan.

Motif-motif tersebut menjadi karakter dari batik yang muncul dari keraton. Orang menyebutnya sebagai batik pedalaman, dengan warna-warna yang lebih netral dan terkesan aristoktasi.

Ketika ekspedisi dan pasukan Tiongkok mendarat ke Lasem, mereka membawa pengaruh pada sejumlah tradisi yang ada di wilayah itu. Salah satunya adalah batik. Daerah ini kemudian memiliki banyak penghasil batik terbaik di Jawa dengan ciri khas batik pesisir yang indah melalui pewarnaan yang berani.

Batik Pesisiran memiliki warna beragam, sedangkan batik pedalaman umumnya menggunakan warna hitam, latar belakang putih biru atau coklat marun dan warna soga (coklat tua) yang memberikan nuansa gelap.

Batik Pesisiran sendiri meliputi produk dari kota-kota penghasil batik di pesisir Jawa seperti Pekalongan, Pemalang, Cirebon, Indramayu, Garut, Batang, Semarang, Jepara, Lasem, Kudus, Banyumas, Tuban, hingga Sampang Bangkalan di Madura.

Batik Lasem menikmati puncak popularitasnya pada sekitar 1970. Pada masa itu, batik Lasem termasuk produk batik enam besar di Indonesia, disandingkan dengan batik Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan, Banyumas, dan Cirebon. Bahkan, saat itu batik Lasem sudah menjangkau pasar internasional.

Namun, popularitas tersebut tergerus zaman seiring berubahnya selera konsumen. Penetapan Hari Batik pada 2009 sempat kembali mendongkrak batik Lasem, namun geliat tersebut tidak bertahan lama.

Proses pembuatan batik Lasem

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Rembangkemudian  berupaya menjaga denyut batik Lasem kembali dengan memfasilitasi dan mendorong kegiatan industri. Batik tulis Lasem pun diangkat sebagai salah satu kurikulum sekolah oleh Pemerintah Kabupaten Rembang.

Batik Lasem dari Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tiap motif yang tertuang di lembar kainnya kemudian menguatkan karakter hasil akulturasi budaya Tiongkok-Jawa.

Tak heran jika melihat motif akan terlihat corak Jawa dan Tiongkok. Menariknya lagi, batik Lasem dibuat dengan cara tradisional. Hal ini, karena dulunya para pengusaha batik Lasem adalah keturunan Tionghoa, dan dikonsumsi pula oleh kalangan Tionghoa sendiri. Namun, seiring perkembangannya, sekarang batik Lasem terus berkembang berinovasi dengan muncul motif beragam seperti motif latohan, Sekar Jagad Tiga Negeri, dan Gunung Ringgit.

Saat ini, batik yang banyak diproduksi perajinnya di sini bermotif Gunung Ringgit. Motif ini melambangkan kelapangan rejeki. Sehingga diharapkan siapapun yang memakai batik motif ini akan mendapatkan keberkahan rezeki.

Motif Gunung Ringgit itu artinya uangnya banyak seperti gunung. Sehingga yang memakai batik ini diharapkan punya rejeki banyak. Ada juga latohan itu tumbuhan di laut. Sedangkan motif Sekar Jagad Tiga Negeri disebut memiliki makna perdamaian.

Batik Lasem secara umum memang berbeda dengan batik dari daerah lain. Warna dominan merahnya mencerminkan budaya Tiongkok. Proses pembuatannya pun rumit. Mulai dari membuat gambar motif di atas kain sampai finishing. Butuh waktu setidaknya satu bulan untuk jadi sebuah kain batik.

Proses pembuatannya diawali dengan menggambar dasar batik pada kain. Sket itu kemudian digambar pakai canting, diblok pakai malam, diwarnai, kemudian direbus. Proses pewarnaannya dilakukan minimal sampai empat kali.

Saat ini di Lasem ada 30 lebih rumah produksi batik. Untuk penjualannya sudah terwadahi di Oemah Batik Tiga Negeri di Jalan Karangturi. Ini merupakan semacam showroom batik bagi para perajin batik Lasem.

Untuk harga, batik Lasem dibandrol mulai harga Rp100 ribu hingga Rp25 juta per lembar kain. Harga biasanya tergantung kualitas kain, kerumitan motif dan corak. Semakin bagus kain dan padatnya motif dan corak akan semakin mahal.

Batiktulishouse/berbagai sumber *****